Pages

Thursday, April 17, 2014

Kemana Perginya Empati?

Selamat malam...

Setelah beberapa hari kemarin saya belajar menulis blog dalam bahasa Inggris, kali ini saya akan belajar menulis blog dalam bahasa Indonesia. Karena ternyata, bahasa Inggris dan bahasa Indonesia saya dua-duanya sama-sama buleee..... potan.. he..he.. 

Begini, saya ingin menulis tentang keprihatinan saya tentang sikap masyarakat Indonesia, khususnya warga Megapolitan Jabodetabek, yang belakangan ini semakin jauh dari sopan santun dan empati. Semua orang seolah-olah hanya memikirkan dirinya sendiri, menjadi egois, dan akan melakukan cara apapun agar segala keinginan atau kebutuhannya terpenuhi dengan segera tanpa memperdulikan orang lain yang mungkin jadi terganggu atau bahkan menderita karena ke-egois-an tersebut.


Hal yang paling sederhana dan selalu saya alami atau saksikan sendiri sehari-hari adalah pada saat kita menggunakan kendaraan umum, baik itu Angkot, Bus Kota ataupun Commuter Line (Kereta Rel Listrik jalur Jabodetabek).

Angkot misalnya, saat jam-jam sibuk, saat dimana penumpang membludak dan jumlah angkot yang ada tidak memadai untuk mengangkut seluruh penumpang, setiap penumpang seakan berlomba-lomba untuk segera naik ke dalam setiap angkot yang datang. Mereka tidak peduli bahkan ketika saat berebut naik tersebut, mereka menginjak-injak kaki orang lain, mendorong-dorong orang lain, dan sebagainya. Seolah-olah hanya dirinya sendiri yang paling penting, yang harus didahulukan agar segera tiba di tempat tujuan. 

Begitu pula dengan Bus Kota. Selain harus berebut naik, penumpang juga akan berebut tempat duduk. Yang lebih menyebalkan, berebut tempat duduk hanya agar penumpang tersebut bisa main game atau BBM-an atau astik dengan gadgetnya dengan nyaman... Tak peduli orang lain yang lebih membutuhkan tempat duduk terpaksa berdiri disebelahnya. Bahkan yang lebih menyakitkan, saat melihat seorang anak muda atau laki-laki yang sehat wal afiat, berpura-pura tidur atau berpura-pura tidak melihat saat ada seorang nenek/kakek atau wanita hamil terpaksa berdiri disebelahnya karena tidak kebagian tempat duduk. Astaghfirullah...

Untuk Commuter Line (CL), hal-hal di atas masih ditambah lagi saat mengantri untuk membeli ticket (bagi orang-orang yang tidak memiliki kartu pass terusan yang disebut KMT / Kartu Multi Trip). Dalam antrian, masih saja ada orang-orang yang dengan sangat menyebalkannya tiba-tiba datang memotong antrian, atau menitip pada orang di barisan depan agar dibelikan ticket tanpa mau bersusah payah mengantri sendiri, padahal bisa dibilang orang tersebut cukup fit untuk bisa berdiri di dalam antrian. Dia tidak peduli dengan puluhan orang lain yang sudah berdiri dan maju perlahan-lahan sejak lama sebelum dia datang. Tentu saja seringkali hal tersebut menimbulkan pertengkaran yang seharusnya tidak terjadi seandainya setiap orang mau memikirkan orang lain dan bersabar menunggu dalam antriannya.


Senangnya bila semua orang bisa sabar dalam antrian seperti ini... Antri jadi lebih cepat dan tertib.

Yang lebih memprihatinkan, kemarin baru saja terjadi (lagi), seorang anak gadis yang bernama Dinda yang duduk di dalam rangkaian CL memaki-maki seorang wanita hamil yang meminta kepadanya agar diberi kesempatan duduk. Serta merta dia menuliskan makian-makian kasarnya dan mengunduhnya ke jejaring sosial path. Begitu kasar dan ketusnya kata-kata yang dia tuliskan di path tersebut, sampai-sampai akhirnya justru menjadi bumerang yang menyerang balik dirinya karena ternyata banyak orang yang menjadi marah padanya. Kata-katanya yang tersebar luas di jejaring sosial itu menimbulkan banyak pro dan kontra yang jadi bahan perbincangan heboh seharian kemarin.

Bagaimana tidak jadi heboh, karena Dinda menganggap sang wanita hamil hanya ingin diperhatikan, ingin diistimewakan, ingin menang sendiri mentang-mentang sedang hamil, malas dan sebagainya, dan seterusnya. 

Apakah Dinda tidak tahu, bahwa di belahan dunia manapun, wanita hamil memang selalu dianggap istimewa. Karena kondisi fisik wanita yang sedang hamil juga sangat berbeda dengan orang kebanyakan. Di dalam tubuh sang calon ibu, ada kehidupan baru yang patut dijaga dan diselamatkan. Ada calon-calon pemimpin dunia yang akan lahir dari rahim sang wanita hamil, ada harapan-harapan baru bagi kemanusiaan yang kalau tidak dijaga dan diselamatkan, maka harapan-harapan masa depan juga akan hilang bersama sang janin.. 

Apakah Dinda tidak sadar, bahwa sebelum dia dilahirkan ke dunia, Ibunya juga harus melalui tahap menjadi "wanita hamil" seperti orang yang baru saja dimakinya? Dan tidak kah dia berpikir, bahwa suatu saat dia sendiri akan mengalami saat-saat seperti itu. Dimana pikirannya? Dia tidak peduli, yang dia pedulikan hanya perasaannya sendiri, keinginannya sendiri, kebutuhannya sendiri. Karena menurutnya, dia lebih berhak duduk disana karena dia telah lebih dulu berangkat dari rumahnya menuju stasiun agar bisa mendapatkan CL yang masih kosong, dan kakinya sakit bila harus berdiri. Apa dia sempat bertanya pada sang wanita hamil, jam berapa dia berangkat dari rumah? Siapa tahu bahwa sang wanita hamil justru sudah berangkat lebih pagi lagi daripada Dinda? Dimana empatinya??

Tapi... seperti yang saya tuturkan sebelumnya, Dinda bukan satu-satunya orang yang pernah melakukan kesalahan serupa. Kejadian kemarin sebenarnya hanya salah satu dari ribuan kejadian lainnya yang memang terjadi setiap hari, dimana saja di Jabodetabek ini. Kejadian kemarin, hanyalah puncak teratas dari sebuah bongkahan gunung es yang bagian terbesarnya justru tidak pernah muncul kepermukaan, karena tidak terliput media atau diunggah ke jejaring sosial. Kota Jakarta dan Urban Area disekitarnya yang telah menjadi satu sebagai daerah Megapolitan, sebuah wilayah yang memang selalu sangat sibuk sehingga hampir semua manusianya seolah kehilangan kesempatan untuk bisa sejenak berhenti dan melihat keadaan disekelilingnya. Sejenak berpikir dan merasakan apa yang orang lain rasakan. Untuk sejenak saja merasakan sebuah empati didalam nuraninya...

Ajakan yang bagus dari akun twitter @gantijakarta

Sayang sekali memang, "sebagian besar" masyarakat Jabodetabek yang dipandang sebagai masyarakat modern oleh orang-orang lain yang berada jauh di pelosok negeri, masyarakat modern yang memiliki kesempatan lebih besar untuk mengenyam pendidikan yang lebih layak dan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, ternyata telah kehilangan sopan santunnya, kehilangan hati nuraninya, kehilangan sisi kemanusiaannya. Menjadi apatis dan egois. Tidak lagi menjadi manusia-manusia yang bisa dijadikan panutan bagi orang-orang di pedesaan, tidak lagi bisa dijadikan idola dan role model bagi generasi yang akan datang.

Saya katakan "sebagian besar" karena bagaimanapun, masih ada "sebagian kecil" masyarakat Jabodetabek yang memiliki hati nurani, memiliki empati yang tinggi, dan pantas menjadi teladan bagi orang lain. Mari kita berdoa, semoga saya dan anda, bisa menjadi bagian dari "sebagian kecil" orang yang masih memiliki empati tersebut, dan berani berbuat untuk menjadikan lingkungan disekeliling kita menjadi lebih baik. Dan semoga, kejadian kemarin bisa menjadi semacam Warning Alarm yang bisa menyadarkan semua orang, betapa perlunya kita untuk memiliki hati nurani, memiliki empati, dan menanggalkan sifat ke-aku-an yang berlebihan dari diri kita masing-masing.

Semoga dimasa yang akan datang, masyarakat Jabodetabek khususnya, dan manusia Indonesia pada umumnya, bisa menjadi manusia-manusia yang berakhlak mulia, dan menjadi bangsa yang bisa berbangga hati dengan predikat sebagai bangsa yang berperilaku santun dan beradab...
Aamiin....


oleh : Yulinda






7 comments:

Linda Trinovita said...

Keren mak yulinda, tulisannya full berbobot.TOP BGT... sungkem lagi akh ;)

Yulinda said...

he..he.. Mbak Linda, semoga kalimat-kalimatku yang bulepotan itu ga malah bikin pusing yang baca ya.. heu..heu..heu..

massonny said...

Kakak punya blog

Unknown said...

Kemanakah perginya empati? apakah pendidikan akhlaq masih kurang? sehingga rasa empati kepada sesama semakin surut?

Yulinda said...

Aiihh... Sonny, apa kabar Bro? Dimana sekarang?

Iya niy. lagi belajar jadi emak-emak blogger. Ha..ha.. mengisi waktu disela-sela kesibukan dengan menuangkan pikiran.. Kali aja bisa sekalian curcol.. wkwkwk..

Yulinda said...

Mungkin ya, Mbak Devi... orang tua jaman sekarang lebih bangga bila anaknya dianggap pintar secara akademis, meskipun dalam kenyataannya, pendidikan akhlak jadi dikesampingkan karena mengutamakan ilmu-ilmu akademik tsb. Padahal dalam Islam, kita diajarkan untuk menyeimbangkan antara akhlak dan science. Dua hal yang seharusnya saling mendukung dan bukannya saling meniadakan...

Unknown said...

Keren bingit Mba Yulinda, setuju banget dasarnya ilmu itu adalah Islam, fardhu Ain, ilmu lain itu fardhu Kifayah, bener gk yah hihi... Kadang org tua suka kebalik, padahal dasar seluruh ilmu adalah islam dan ditanamkan ke anak2 qta sejak dini. Apabila akhlak anak qta sudah bagus InsyaAllah gk akan ada kasus begini lagi #sotoybangetyahMba hihihi :-P